Jumat, 30 September 2011

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ISLAM


1.      Peta Konsep




 















 



















2.      Pengertian
Ada tiga istilah yang perlu dikemukakan untuk mendapatkan pengertian tentang islam, yakni : (1) islam, (2) Syari’ah, (3) wahyu.
Dari sisi bahasa, kata islam berasal dari kata salima, berarti selamat, tunduk, berserah. Maka salima min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min ‘abidin berarti selamat dari cacat. Arti aslamah ilaih berarti tunduk, patuh, dan menyerah kepadanya. Sedangkan menurut istilah, islam sebagai agama (al-dien) dapat diidentikkan dengan syari’at dan wahyu.
Adapun kata syari’at berasal dari kata syari’a – yasri’u – syari’ah artinya dari sisi bahasa adalah sumber air yang dituju, shari’at dapat pula diartikan membuat peraturan. Bisa juga berarti pergi ke, masuk dalam, memulai atau mengatur. Sedangkan menurut istilah adalah kumpulan perintah-perintah dan hokum-hukum yang berkaitan dengan kepercayaan (iman dan ibadah) dan hubungan kemasyarakatan (mu’amalah) yang diwajibkan oleh islam ubtuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari guna mencapai kemaslahatan masyarakat.
Wahyu berasal dari kata waha, wahyun, mempunyai arti al-isyaratu, member syarat atau petunjuk. Maka arti auha allahu ilaih bererti Allah mewahyukan kepadanya. Wahyu dapat pula diartikan memberikan inspirasi. Sedangkan menurut istilah adalah WAHYU Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Wahyu ini muncul dalam dua bentuk, yakni Al-Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad (hadits nabi). Dengan demikian, islam sebagai agama (al-dien) sama dengan syarit dan wahyu yang diwahyukan kepada nabi Muhmmad SAW, yang mencakup semua unsure dan aspek ajaran islam.
Lebih rinci tentang aspek ajaran islam ini dapat disimak hasil dialog antara nabi Muhammad dan malaikat Jibril. Dalam dialog itu lahir tiga aspek ajaran, yakni : (1) rukun islam, (2) rukun iman, (3) ihsan. Adapun rukun iman ada 6, yaitu iman kepada (1) Allah, (2) malaikat-malaikat, (3) kitab-kitab, (4) rosul-rosul, (5) hari akhir, (6) qadha dan qodar. Sementara rukun islam adalah : (1) pengakuan terhadap Allah dan pengakuan dan pengakun terhadap kerasulan Muhammad SAW (sahadatain), (2) mendirikan sholat, (3) membayar zakat, (4) puasa dibulan ramadhan, (5) menunaikan ibadah Haji bagi yang sanggup/mampu (istata’a). sedangkan Ihsan adalah sikap selalu mengabdi kepada Allah seolah-olah Allah selalu melihat kita, meskipun secara fisik kita tidak dapat melihat Allah tetapi Allah selalu melihat kita.
Berdasarkan definisi ini pula para ulama mengelompokkan ajaran islam menjadi tiga kelompok besar yakni : (1) akidah, (2) syari’ah, (3) akhlak-tasawuf. Pengelompokan lain adalah : (1) ilmu kalam, (2) ilmu fikih, (3) ilmu akhlak.

3.      Islam Normative dan Islam Historis
Istilah yang hamper sama dengan Islam normative dan islam historis adalah islam sebagai wahyu dan islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu islam didefinisikan yakni wahyu ilahi yng diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Beberapa ilmuwab membuat pengelompokan lain, antara lain :
a.       Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan wahyu menjadi tiga wilayah (domain) penelitian dalam islam, yakni (1) wilayah teks asli islam (the original text of islam), yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunnah, (2) penafsiran teks asli islam : hukuum, theology, filsafat, tasawuf, (3) praktik oleh kaum Muslimin.
b.      Abdullah Saeed mengelompokkan menjadi tiga juga yakni : (1) nilai pokok/dasar/asas, (2) penafsiran terhadap nilai dasar, (3) menifestasi yang bersifat budaya dari nilai-nilai dasar. Adapun ajaran islam menurut Abdullah Saeed (1) mengakui keesaan Allah, (2) menegakkan keadilan ekonomi dan social.
c.       Ibrahim M. Abu Rabi’ mengelompokkan menjadi empat, yakni : (1) islam sebagai ideology atau filosofi (the ideological / philosophical base), (2) islam sebagai dasar theology (the theological base), (3) islam pada level teks (the level of the text), (4) islam pada level praktik (the level of anthropological reality)
Sementara pada level pemikiran, dalam sejarah muslim lahir sejumlah bentuk pemikiran, yang oleh Abu Zaid dikelompokkan menjadi empat, yakni: (1) hokum, (2) theology, (3) filsafat, (4) tasawuf/mistik. Dalam cabang hokum lahir sejumlah bentuk pemikiran, yakni : (1) fikih, (2) fatwa, (3) jurisprudensi, (4) undang-undang, (5) kodifikasi, (6) kompilasi.
Dalam arti luas al-Shari’ah berarti seluruh ajaran islam yang berupa norma-norma ilahiah, baik yang mengtur tingkah laku batin (system kepercayaan/doctrinal) maupun tingkah laku konkret yang individual yang kolektif. Sedang dalam ati sempit adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku , baik tingkah laku indifidual maupun tingkahlaku kolektiv. Berdasarkan pengertian ini al-shari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan ushul fikih.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, pertama islam dapat dikaji dari berbagai tinjauan. Kedua bahwa berbicara tentang islam perlu diperjelas level yang dikaji, level teks asli, level pemikiran (hasil ijtihad), dan level praktik. Ketiga fiqih berada dalam level pemikiran, yang berarti bersifat nisbi, tidak pasti dan tidak berubah sejalan dengan perubahan social budaya, bukan nash yang bersifat mutlak dan tidak berubah. Namun  perlu dicatat, bahwa meskipun nash (teks asli) bersifat mutlak dan absolute, pemahaman terhadap nash dibutuhkan perubahan dari waktu ke waktu.

4.      Objek kajian islam
Objek kajian islam adalah semua hal yang membicarakan tentang islam, mulai dari tingkat wahyu berupa nash, hasil pemikiran para ulama dan level praktik yang dilakukan masyarakat. Ada tiga model berpikir yang berkembang dalam khazanah pemikiran umat manusia, dan sekaligus menjadi ukuran benar atau tidaknya sesuatu, yakni : (1) model berpikir rasional, (2) model berpikir emperikal, (3) model berpikir intuitif (irrasional).
Kalau ketiga model tersebut dipadankan dengan model epistemology yang popular dalam studi islam dikelompokkan oleh al-Jabiri menjadi (1) demonstrative (burbani), (2) linguistic / tekstual (bayani), (3) gnostik / intuitif (‘irfani). Jika melacak metode studi islam yang sudah umum akan muncul gambaran sebagai berikut :
Rasionalis
Filsafat
Aql
Burhani
---------
Tradisionalis
Naql
Syari’at
Bayani
Normative
Mistisis
Tasawuf
Kasf
‘irfani
---------

Kebenaran bahwa nash berfungsi hanya sekedar membantu untuk menemukan kebenarannya, sementara untuk akal, nash bisa diterima kalau logis (diterima akal), dan ‘irfani kontak langsung dengan kholiq (Allah) karena sudah terbuka.
Akan halnya dengan filsafat hokum islam, berusaha menemukan nilai kebijaksanaan atau fleksibelitas atau nilai filosofis (abstraksi) dalam nash. Karena itu, filsafat hokum islam tidak murni rasio. Filsafat hokum islam bisa disebut rasionalitas dari nash. Maka rasionalitas yang ingin dibangun oleh filsafat hokum islam adalam rasionalitas yang ditunjukkan oleh indicator-indikator yang ditunjukkan nash. Indicator-indikator tersebut dalam bahasa hokum islam adalah rasiologis atau illat hukum, karena itu, metode yang digunakan dalam studi filsafat hukum islam bukan metode burhani an sich, bukan juga metode bayani an sich, tetapi merupakan perpaduan minimal antara burhani dan bayani.
Auguste Comte (1789 – 1857), ahli matematika dan filosof prancis, membagi tiga tahap evolusi pemikiran manusia, yaitu : (1) tahap teologi (theological stage), (2) tahap filsafat (metaphysical stage), (3) tahap positivitas (positive stage). Tahap pertama bersifat supernatural dan ilahi. Tahap kedua diarahkan menuju prinsip-prinsip dan ide-ide tertinggi, yang didalamnya hakikat menjadi keterangan terakhir. Sementara tahap ketiga didapatkan berdasarkan fakta dan observasi empiric.
Alas an ajaran (hukum) islam perlu bagi kita penganut islam di Indonesia. Dapat dipastikan bahwa sejak ada kehidupan manusia lebih dari satu orang, sudah ada hukum yang mengatur kehidupan mereka. Format hukum yang diterapkan dalam upaya penerapan syari’at islam adalah format syari’at sebagai hasil ijtihad ilmuwan terhadap dan berdasarkan pada ruh nash yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan kontekswaktu, tempat, kondisi, kemajuan teknologi,dll.
Dengan demikian, formalisasi syari’at adalah suatu hal yang sangat mungkin dilakukan. Sementara format syari’at yang akan diterapkan adalah format atas hasil ijtihad ilmuwan terhadap dan berdasar nash yang sesuai dengan konteks kekinian, kontemporer, kedisinian, Indonesia. Dapat disebut bahwa diseluruh Negara di dunia pasti mempunyai undang-undang dan hukum atau apapun bentuknya dengan tujuan sama, untuk mengatur masyarakat dan penduduknya. Perbedaannya adalah kalau format undang-undang atau hukum yang mereka berlakukan adalah undang-undang atau produk mereka. Undang-undang atau hukum yang kita terapkan adalah undang-undang atau hukum yang merupakan formalisasi dari nash syari’at yang disesuaikan dengan konteks, kondisi dan konteks sekarang dan di Indonesia.

Rabu, 21 September 2011

tentang dearzabifasyama

"Dearzabifasyama adalah nama dari suatu kelompok belajar yang terdiri dari  tujuh orang anggota dan kesemuanya adalah mahasiswa Jurusan Kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
member Dearzabisya yaitu :
  1. Desy Legiya Utami
  2. Artha Pradhika
  3. Anindya Azizah Rahma
  4. Muhtamah Nur Habibah
  5. Syarif Hidayatulloh
  6. Ikrima Alfi 'Ulya
  7. Muhammad Faisal Hadi
sahabat-sahabat, mohon bantuannya agar blog ini menjadi lebih baik.