Dearzabifasyama Berbagi
Kamis, 05 Januari 2012
LAPORAN PENELITIAN PENERAPAN NILAI-NILAI ISLAM DI KAMPUS
1. Pendahuluan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam perjalanannya telah menjadi center of excellence dalam bidang ilmu-ilmu keislaman serta dijuluki sebagai feeder bagi UIN lainnya. Dalam perkembangan terakhirnya, UIN Sunan Kalijaga memiliki tujuh Fakultas, yaitu fakultas Adab, Dakwah, Syari'ah, Tarbiyah, Ushuluddin, Sains dan Teknologi, dan Ilmu Sosial dan Humaniora. Oleh karena itu kami melakukan penelitian di lapangan guna untuk mengetahui fakultas manakah yang terislami diantara tujuh fakultas tersebut
2. Nilai-nilai Islami di Kampus
Kebersihan dan Keindahan
Kebersihan dan keindahan itu sangatlah penting atau perlu karena sesuatu yang indah dan bersih pasti enak dipandang serta susah untuk diabaikan, lagi pula itu juga terdapat dalam Hadits Nabi “Kebersihan itu sebagian dari iman” nah.. Secara tidak langsung sesuatu yang bersih itu pasti indah.
Disiplin
Suatu fakultas atau Universitas untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas tidaklah lepas dari kedisiplinan yang tinggi karena kedisiplinan itu sangatlah penting tanpa kedisiplinan semuanya akan berantakan serta tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan.
Berjiwa Sosial
Bagi seorang mahasiswa memiliki jiwa yang sosial itu suatu keharusan karena suatu fakultas / universitas merupaka salah satu wadah Perwujudan masyarakat madani.
Sopan Santun
memiliki sifat sopan santun sagatlah perlu karena selain baik untuk dirinya juga akan baik untuk sekelilingnya. Seperti, Fakultas, Jurusan, dll.
Keamanan
dimanapun dan kapanpun jika semua keadaan aman pasti akan nikmat dirasakan, entah itu Negara, Daerah, Rumah, ataupun Universitas.
3. Metode Penelitian
untuk mendapatkan informasi yang kami butuhkan dalam melaksanakan riset ini, kami melakukan tinjauan langsung ke lokasi serta sharing dengan beberapa mahasiswa, selain itu juga dari beberapa pendapat rekan-rekan.
4. Model Fakultas Islami
setelah melaksanakan riset, kami dapat menyimpulkan bahwa fakultas yang memenuhi kriteria yaitu fakultas Sains dan Teknologi. Karena disamping mereka mempelajari ilmu pasti juga diimbangi dengan mempelajari ilmu Agama.
5. Penutup
di Unversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga memiliki 7 fakultas dan kesemuanya itu sama, tetapi dalam hal ini kami memilih fakultas Sains dan Teknologi karena beberapa pertimbangan. Selain itu kami meminta maaf kepada rekan-rekan semua dan bapak Dosen karena tidak sempurnanya makalah ini dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu jalannya riset/penelitian ini. Jika rekan-rekan ingin tahu lebih lanjut, silahkan kunjungi Blog kami : http://www.dearzabifasyama.blogspot.com
Minggu, 25 Desember 2011
PENDEKATAN STUDI ISLAM
Pendekatan Dalam Studi Islam
1. Pendekatan Normatif, adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an maupun al-Sunnah. Pendekatan ini [pada prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.
2. Pendekatan Sejarah. Pada hakikatnya, kehadiran Islam adalah dalam rangka merespon terhadap problematika masyarakat yang berkembang kala itu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.
Metode yang digunakan Rahman dengan melakukan peninjauan kembali terhadap Hadis, yaitu dengan mengembalikan Hadis menjadi sunnah sebagai sumber awalnya serta dengan penafsiran situasional dimungkinkan untuk dapat menghidupkan kembali norma-norma yang dapat diterapkan untuk situasi masa sekarang. Metode yang digunakannya adalah double movement (gerak ganda), sebuah metode dengan meliat pada situasi sekarang, kembali ke masa nabi, dan kembali lagi ke masa kini.
3. Pendekatan Sosiologi dan Antropologi. Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan budaya. Sementara pendekatan antropologinya dilihat dari dinamika perspektif individu-individu di dalam memahami ajaran Islam.
Sebagai fenomena sosial dan budaya, Islam mempunyai keterkaitan erat dengan masyarakatnya di mana ia diturunkan. Maka salah satu Pendekatan Dalam Studi Islam
1. Pendekatan Normatif, adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an maupun al-Sunnah. Pendekatan ini [pada prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.
2. Pendekatan Sejarah. Pada hakikatnya, kehadiran Islam adalah dalam rangka merespon terhadap problematika masyarakat yang berkembang kala itu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.
Metode yang digunakan Rahman dengan melakukan peninjauan kembali terhadap Hadis, yaitu dengan mengembalikan Hadis menjadi sunnah sebagai sumber awalnya serta dengan penafsiran situasional dimungkinkan untuk dapat menghidupkan kembali norma-norma yang dapat diterapkan untuk situasi masa sekarang. Metode yang digunakannya adalah double movement (gerak ganda), sebuah metode dengan meliat pada situasi sekarang, kembali ke masa nabi, dan kembali lagi ke masa kini.
3. Pendekatan Sosiologi dan Antropologi. Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan budaya. Sementara pendekatan antropologinya dilihat dari dinamika perspektif individu-individu di dalam memahami ajaran Islam.
Sebagai fenomena sosial dan budaya, Islam mempunyai keterkaitan erat dengan masyarakatnya di mana ia diturunkan. Maka salah satu
4. Pendekatan Ilmu-ilmu Kealaman.
Pendekatan pertama, menyatakan bahwa agama dilandaskan pada asumsi-asumsi apriori atau keyakinan, sedangkan sains tidak mau menerima begitu saja segala sesuatu sebagai benar. Pendekatan kedua, berpendapat bahwa banyak ilmuan dan teolog tidak menemukan adanya pertentangan antara agama dan sains. Pendekatan ketiga, tampaknya lebih mencoba menggapai kejelasan suatu tahap guna mengupayakan suatu gambaran yang jelas dan padu perihal pertautan antara sains dan agama. Sedangkan pendekatan keempat, menegaskan bahwa bentuk “konfirmasi” sama artinya atau sejajar dengan “mendukung”, atau juga “memperkuat” satu sama lain.
1. Pendekatan Normatif, adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an maupun al-Sunnah. Pendekatan ini [pada prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.
2. Pendekatan Sejarah. Pada hakikatnya, kehadiran Islam adalah dalam rangka merespon terhadap problematika masyarakat yang berkembang kala itu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.
Metode yang digunakan Rahman dengan melakukan peninjauan kembali terhadap Hadis, yaitu dengan mengembalikan Hadis menjadi sunnah sebagai sumber awalnya serta dengan penafsiran situasional dimungkinkan untuk dapat menghidupkan kembali norma-norma yang dapat diterapkan untuk situasi masa sekarang. Metode yang digunakannya adalah double movement (gerak ganda), sebuah metode dengan meliat pada situasi sekarang, kembali ke masa nabi, dan kembali lagi ke masa kini.
3. Pendekatan Sosiologi dan Antropologi. Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan budaya. Sementara pendekatan antropologinya dilihat dari dinamika perspektif individu-individu di dalam memahami ajaran Islam.
Sebagai fenomena sosial dan budaya, Islam mempunyai keterkaitan erat dengan masyarakatnya di mana ia diturunkan. Maka salah satu Pendekatan Dalam Studi Islam
1. Pendekatan Normatif, adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek normatif dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an maupun al-Sunnah. Pendekatan ini [pada prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.
2. Pendekatan Sejarah. Pada hakikatnya, kehadiran Islam adalah dalam rangka merespon terhadap problematika masyarakat yang berkembang kala itu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.
Metode yang digunakan Rahman dengan melakukan peninjauan kembali terhadap Hadis, yaitu dengan mengembalikan Hadis menjadi sunnah sebagai sumber awalnya serta dengan penafsiran situasional dimungkinkan untuk dapat menghidupkan kembali norma-norma yang dapat diterapkan untuk situasi masa sekarang. Metode yang digunakannya adalah double movement (gerak ganda), sebuah metode dengan meliat pada situasi sekarang, kembali ke masa nabi, dan kembali lagi ke masa kini.
3. Pendekatan Sosiologi dan Antropologi. Fokus pendekatan sosiologi dalam studi Islam adalah memahami Islam sebagai fenomena yang menyejarah dalam sosial dan budaya. Sementara pendekatan antropologinya dilihat dari dinamika perspektif individu-individu di dalam memahami ajaran Islam.
Sebagai fenomena sosial dan budaya, Islam mempunyai keterkaitan erat dengan masyarakatnya di mana ia diturunkan. Maka salah satu
4. Pendekatan Ilmu-ilmu Kealaman.
Pendekatan pertama, menyatakan bahwa agama dilandaskan pada asumsi-asumsi apriori atau keyakinan, sedangkan sains tidak mau menerima begitu saja segala sesuatu sebagai benar. Pendekatan kedua, berpendapat bahwa banyak ilmuan dan teolog tidak menemukan adanya pertentangan antara agama dan sains. Pendekatan ketiga, tampaknya lebih mencoba menggapai kejelasan suatu tahap guna mengupayakan suatu gambaran yang jelas dan padu perihal pertautan antara sains dan agama. Sedangkan pendekatan keempat, menegaskan bahwa bentuk “konfirmasi” sama artinya atau sejajar dengan “mendukung”, atau juga “memperkuat” satu sama lain.
Rabu, 21 Desember 2011
ISU-ISU AKTUAL DALAM STUDI ISLAM
1.
Pluralisme
Secara harfiah bisa diartikan dengan kemajemukan. Dengan artian
bahwa masayarakat yang ada ini merupakan kumpulan manusia dengan beragam
perbedaan.
Pluralisme dalam kajian studi islam
Perbedaan sebenarnya bukan sebuah kesalahan, karena hal ini memang
diatur allah supaya manusia bisa saling melengkapi diantara perbedaan yang ada.
Dalam menyikapinya diperlukan kearifan yang bisa membawa kedamaian dan bukan
justru menimbulkan perpecahan, dan menjalaninya juga perlu dilakukan musyawarah
agar tidak timbul konflik yang malah mengakibatkan kerugian
Dalam alquran sendiri (al-hujurat : 13) allah menerangkan bahwa
perbedaan diciptakan allah dengan tujuan agar manusia mengenal pribadi yang ada
diantara manusia. Dengan demikian maka manusia seharusnya belajar untuk
memahami perbedaan yang ada yang kemudian dari perbedaan tersebut diperoleh
suatu kekuatan untuk melakukan yang terbaik.
2.
HAM
dan gender
Persoalan yang sedang berkembang dan cukup
hangat dibicarakan sekarang ialah mengenai HAM dan gender ini. Dalam islam, HAM
sebenarnya telah diberkan kepada setiap manusia, karena islam snagat menjunjung
tinggi kemuliaan seseorang. Konsep HAM dalam islam berisikan bahwa hak
seseorang tidak boleh disemenamenakan dengan seenaknya, islam sangat menhormati
hak setiap manusia, dengan ketentuan bahwa hak yang ada pada seorang manusia
tidak melanggar hak yang juga ada pada orang lain.
Kemudian diprmasalahan gender, gender
sebenarnya berisikan tentang kesetaraan khususnya perempuan dengan laki-laki.
Selama ini yang terjadi bahwa perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah dan
bisa diatur dengan semaunya orang, terutama oleh laki-laki. Namun kemudian
muncul sebuah gerakan yang menentang tentang ketertindasan perempuan yang
kemudian dikenal dengan istilah kesetaraan gender.
Dalam konsep islam, perbedaan antara
perempuan dan laki-laki telah allah jelaskan. Namun banyak orang yang
menyalahguanakan perbedaan tersebut justru menjadikan perempuan sebagai kaum
yang selalu ditindas dan dirampas haknya. Hal ini tidak sesuai dengan islam,
Karena islam mengajarkan untuk saling melindungi, menjaga kehormatan, dan
mengharagi setiap manusia. Singkat kata
bahwa laki-laki dan perempuan tidaklah sama, tapi mempunyai hak maing masing
yang tidak boleh untuk disepelekan dan diabaikan.
3.
Civil
society
Secara keindonesiaan, ini bisa diartikan
dengan masarakat madani. Dengan artian bahwa perwujudan suatu masarakat yang
teratur. Dalam kajian ini tekandung beberapa prinsip, yaitu prinsip keadilan,
persamaan, dan musyawarah. Pemakaian kata dan makna ini membutuhkan sebuah
pemahaman untuk memahami dan menerima bentuk karakter serta kekhasan yang
dimiliki oleh sebuah masyarakat, sehingga makna yang ada didalamnya bisa
diaplikasikan dengan baik.
Akhirnya dapat kita disimpulkan bahwa isu-isu
kontemporer sekarang hendaknya bisa dicermati dan diteliti agar tidak
menimbulkan perpecahan dintara masyarakat itu sendiri. Diharapakn dengan adanya
pengetahuan tentang ini lebih menjadikan sebuah masyarakat yang kuat dengan
individu-idndividu yang bisa saling memahami sebuah karakter yang dimiliki oleh
suatu kelompok atau individu.
Jumat, 21 Oktober 2011
PENGELOMPOKAN KEILMUAN DALAM ISLAM
Kajian tentang klasifikasi keilmuan dalam islam pada dasarnya sudah
banyak dilakukan oleh para ilmuan muslim, seperti al-Ghazali, dalam al risalah al
ladunniyyah-nya, al Khawarizmi dalam Mafatih al Ulum-nya, dan Ibn Nadim dalam
al-Fihrist-nya. Selain itu, pakar
pendidikan islam yang menyelenggarakan Konfrensi Internasional tentang
pendidikan Islam yang diadakan di Pakistan, Makkah dan Jakarta juga menyepakati
perlunya mengelompokan ilmu dalam Islam menjadi dua kategori besar, yaitu ilmu
yang diwahyukan (revealed knowledge) dan ilmu yang diperoleh atau dikembangkan
oleh nalar manusia (acquired knowledge).
Muhammad Abed al-Jabiri seorang pemikir muslim kontemporer asal
Maroko juga membuat klasifikasi ilmu dalam islam secara epistemologis.
Menurutnya, nalar pemikiran islam dapat dikategorikan ke dalam tiga
epistemologis yaitu epistemologis bayani ‘irfani dan burhani. Pemikiran
al-Janibi tersebut dituangkan dalam karyanya Takwin al-‘Aql al-‘Arabi.
1.
Rumpun Bayani
Bayani
(explanatory), secara etimologis, mempunyai pengertian penjelasan, pernyataan,
penetapan. Sedangkan secara terminologis, Bayani berarti pola pikir yang
bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
‘Abid al-Jabiry sumber epistemologis bayani
adalah nash atau teks. Dengan kata lain, corak berfikir lebih mengandankan pada
ototitas teks tidak hanya teks wahyu namun juga hasil pemikiran keagamaan yang
ditulis oleh para ulama terdahulu. Pendekatan yang digunakan dalam nalar bayani
ini adalah lughawiyah. Pola berfikir bayani ini berlaku untuk disiplin ilmu seperti
fikih, studi gramatika, filologi, dan kalam.prinsip yang yang dipegangi
dalamcoral bayani adalah infisal (diskontinu)atau ataumistik, tajwiz (tidak ada
hukum kausalitas), dan muqarabah (keserupaan atau kedekatan dengan teks).
Dalam
model berfikir bayani, akal berfungsi sebagai pengekang atau pengatur hawa
nafsu. Akal cenderung menjalankan fungsi justifikasi, repetitif, taqlidy.
Otoritas dalam teks, sehingga hasil pemikiran apa pun tidak boleh bertentangan
dengan teks. Yang dijadikan tolok ukur kebenaran ilmu model bayani adalah
adanya keserupaan atau kedekatan antara
teks atau nas dengan realitas.
Dari
tiga rumpun keilmuan menurut al-Jabiri, yakni bayani, buryani, dan irfani,
agaknya yang pertama yang mendominasi dalam tradisikeilmuan di lingkungan lembaga
pendidikan islam. Sebab, ada
kecenderungan dijadikannya hasil pemikiran keagamaan yang ada diberbagai
karya para fuqaha dan mutakallim sebagai pijakan utama, bahkan ada keengganan
untuk tidak beranjak dari produk keilmuan tersebut sehingga cenderung kurang
mampu menjawab dan memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai persoalan
kontemporer.
2.
Rumpun Burhani
Jika sumber pengetahuan dalam nalar bayani
adalah teks, maka sumber pengetahuan dalam nalar burhani adalah realitas
(al-waqi’) baik dari alam, sosial, dan humanities. Karena itu, lebih sering
disebut sebagai al-‘ilm al-husuli. Yaitu, ilmu yang dikonsep, disusun dan
disistematisasikan lewat premis-premis logika atau al-matiq, bukannya lewat
otoritas teks atau intuisi. Premis ini disusun lewat kerjasama antara proses
abstraksi dan pengamatan inderawi yang telah atau dengan menggunakan alat-alat
yang dapat membantu atau menambah kekuatan indra seperti alat- alat
laboratorium, proses penelitian lapangan dan penelitian literer mendalam. Peran
akal dan nalar epistimologi sangat besar sebab ia diarahkan untuk mencari sebab
akibat.
Jenis
argumen yang ada dalam nalar burhani adalah demonstratif, baik secara
eksploratif, verifikatif, dan eksplanatif. Dalam nalar ini lebih banyak
dituntut untuk menunjukan bukti dan penjelasan tentang sesuatu pemahaman atau
fenomena. Nalar ini dipenuhi dengan argumen yang bersifat pembuktian,
diskripsi, dan elaborasi tentang sesuatu.
Nalar
ini berpangkal dari beberapa prinsip dasar yang digunakan, yaitu idrak al-sabab
(nizam al-sababiyah al-thabit), prinsip kausalitas, al-hatmiyah (kepastian,
certainly) al-mutabaqah bayn al-‘aql wa al-nizam al tabi’ah. Prinsip-prinsip
tersebut berpandangan bahwa apa yan terjadi dalam realitas empirik dan fenomena
alam pada dasarnya berlaku hukum sebab akibat. Untuk itu, untuk memahaminya
diperlukan upaya untuk mencari akar penyebab dengan mengkaji penyebab dan
akibat sekaligus, sebab akibat yang sama belum tentu penyebabnya sama.
Sebaliknya sebab yang sama belum tentu menyebabkan akibat yang sama.
Bertolak
dari uraian diatas, maka keilmuan yang termasuk dalam nalar burhani adalah
falsafah, ilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi, dan kedokteran,
ilmu sosial seprti, sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah.
3.
Rumpun Irfani
Dalam
nalar Irfani dan bayani sama-sama ada analogi, namun keduanya berbeda. Analogi
dalam nalar irfani didasarkan atas penyerupaan, ia tidak terkait oleh aturan
serta dapat menghasilkan jumlah bentuk
yang tidak terbatas, sementara dalam nalar bayani didasarkan pada penyerupaan
langsung.
Analogi
dalam nalar irfani dapat mengambil bentuk kiasan (tamsil) atau metafor. Al
Jabiri menyatakan tiga tipe analogi dalam epistemologi irfani. Pertama,
penyerupaan yang didasarkan pada korespodensi numeris. Kedua, penyerupaan
didasarkan pada suatu representasi. Ketiga, penyerupaan retoris dan puitis. Ia
memandang bahwa sistem epistemologis ini
telah menjadi sistem prodiktif dalam bidan keilmuan sastra dan seni.
Kalu
yang menjadi tolak ukur nalar bayani adalah kessuaian dengan teks, maka dalam
nalar irfani yang menjadi tolak ukur adalah memahami perasaan orang lain,
simpati, empati. Keputusan didasarkan pada yang tersurat atau formalitas, namun
lebih pada yang tersirat dan apa yang dirasakan pihak lain. Karenanya, dalam
nalar ini tidak muncul judgment secara satu arah. Kesimpulan hanya muncul
setelah mendengar pemahaman dan perasaan
pihak lain.
Dalam
pandangan Amin Abdullah ketiga nalar keilmuan diatas tidak dapat berdiri
sediri, namun harus saling berhubungan antara satu nalar dengan yang lain.
Dalam di seseorang harus ada ketiga nalar tersebut sehingga ketika mencermati
dan menghadapi sebuah persoalan tidak dipahami secara sepihak dan satu alur,
namun dapat dilihat secara komprehensif,
baik dari aspek formal, makna, dan penyebab terjadinya hal tersebut.
Sebaliknya, pemahaman secara adhoc dan fagmental dihindari sebab akan berakibat
pada solusi yang dimunculkan juga akan cenderung kurang lengkap dan parsial.
Kamis, 13 Oktober 2011
KAJIAN SUMBER AJARAN ISLAM
1. Al-qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama
a.Fungsi Al-qur’an
Al-quran diturunkan oleh Allah swt kepada manusia untuk dijadikan sebagai huda, bayyinat min al-huda, futqan and adz-dzikir. Untuk itulah maka umat islam harus senantiasa menjadikan al-qur’an sebagai compass dalam hidupnya di setiap aspek kehidupan. Dalam rangka membumikan al-qur’an diperlukan adanya tafsir oleh pakar tafsir (muffasir) sebab kandungan al-qur’an masih berifat global yang bagi orang awam masih sulit menangkap (pesan) ang terkandung didalamnya.
Upaya menafsirkan ayat-ayat al-qur’an guna mencari dan menemukan makna-makna yang terkandung di dalamnya telah dilakukan sejak jaman Rasulullah saw. Susunan al-qur’an tidak sistematis juga merupakan alasan tersendiri mengapa penafsiran dan penggalian terhadap makna ayat-ayatnya justru menjadi tugas umat yang tidak pernah berakhir.
b. Bagaimana Al-qur’an berbicara
Al-qur’an pada dasarnya merupakan respons langit terhadap permasalahannya yang muncul di bumi. Ia diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad saw sebagai jawaban terhadap problem vertikal, penyimpangan tauhid, dan problem sosial. Teks al-qur’an datang sebagai jawaban atas konteks masyarakat ketika itu. Karena itu, untuk dapat memahami isi kandungannya dibutuhkan pengetahuan yang memadai tentang sejarah sosial budaya ketika Al-quran turun.
c. Ragam penafsiran Al-quran
1) Metode tahlily
Tafsir dengan metode tahlily adalah tafsir yang berusaha untuk menerangkan arti dari ayat-ayat al-qur'an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungankandungan lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, hadi-hadis yang berhubungan dengannya.
Metode tahlily adalah metode yang dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu, akan tetapi diantara mereka ada yang kesemua hal tersebut dengan panjang lebar (ithnab),seperti al-Lusy, al-Fakr al-Razy, al-qurthuby, dan Ibn Jarir al-Thabary.
Menurut Al-Farmawi beberapa corak tafsir yang tercakup dalam tafsir tahlily yaitu:
a) Al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Riwayah)
Tafsir ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-qur’an berdasarkian nash-nash, baik dengan ayatayat al-quran sendiri, dengan hadis-hadis Nabi, dengan aqwal (perkataan) sahabat maupun dengan aqwal tabiin. Kelebihan tafsir jenis ini adalah keterbatasannya dari interprestasi akal dan ide mufassir serta adanya kemudahan untuk mengetahui maksud sesuatu ayat. Kelemahan metode ini adalah terbatasnya persediaan riwayat yang merupakan tafsi ayat-ayat Al-qur’an sehingga tidak terlalu banyak diharapkan untuk menjawab berbagai problema yang dihadapi masyarakat dari masa ke masa.
b) Al-Tafsir bi al-Ra’y
Tafsir ra’y adalah tafsir ayat-ayat Al-qur’an yang didasrkan pada ijtihad dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan utamanya.
c) Al-Tafsir al-Shufy
Tafsir shufy adalah tafsir yang berusaha menjelaskan maksud ayat-ayat Al-qur’an dari sudut esoterik atau berdasarkan isyarat-isarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi atau suluknya
d) Tafssir al-fiqhi
Tafsir fiqhi adalah tafsir yang menitikberatkan bahasan dan tinjauannya pada aspek hukum dari Al-qur’an. Keistimewaan tafsir i i adalah karena menolong kita untuk mendapatkan rujukan-rujukan yang berharga dalam bidang hukum islam. Sedangkan kekurangannya, cenderung melihat hukum islam secara legal-formal yang tidak memperlihatkan segi-segi dinamika dari hukum Islam itu sendiri.
e) Tafsir al-Falsafy
Tafsir falsafy adalah penafsiran ayat-ayat Al-qur’an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan sikretisasi antara teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-qur’an.
f) Al-Tafsir al-‘ilmy
Tafsir ‘ilmy adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdarkan pendekatan ilmiah, atau menggali kandungannya berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan yang ada.
g) Al-tafsir al-adaby al-Ijtima’y
Tafsir adaby-ijtima’y merupakan tafsir yang menitikberatkan pada penjelasan ayat-ayat Alqur’an dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungan ayatayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari tujuan-tujuan al-Qur’an yaitu membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian mengadakan penjelasan ayat dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan.
2) Tafsir Ijmaly
Tafsir ijmaly yaitu menafsirkan al-qur’an dengan cara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar. Dengan metode ini mufassir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Kelemahan tafsir ini yaitu karena uraiannya yang terlalu singkat sehingga tidak bisa diharapkan untuk menguak maksud ayat secara luas dengan berbagai aspek sesuai dengan perkembangan zaman . Sedangkan keistimewaannya yaitu tafsir ijmaly dapat dikonsumsi secara merat oleh berbagi lapisan dan tingkatan kaum muslimin dan bermanfaat untuk mengetahui makna ayat secara global.
3) Tafsir al-Muqarin
Tafsir al-muqarin adalah penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Kelebihan metode ini yaitu dapat mengetahui perkembangan corak penafsiran dari para ulam salaf sampai sekarang sehingga menamnbah cakrawala berpikir bahwa ternyata ayat al-qur’an dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan latar belakang dan pendidikan penafsir atau mufassir. Kekurangannya karena sifatnya yang yang hanya membandingkan sehingga penbahasan ayat kurang mendalam, kurang analitis.
4) Tafsir al-Mawdhu’y
Metode tafsir mawdhu’y (tematik) yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang sesuatu masalah atau tema serta cara turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Keistimewaan dari metode tafsir mawdhu’y antar lain: 1) cara terpendek dan termudah menggali hidayah al-Qur’an dibanding metode tafsir lainnya, 2) menafsirkan ayat dengan ayat sebagai cara terbaik dalam tafsir ternyat diutamakan dalam metode mawdhu’y, 3)dapat menjawab persoalan-persoalan hidup manusia secar praktis dan konsepsional berdasarkan petunjuk al-Qur’an, 4) dengan studi mawdhu’y ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan dapt dipertemukan korelasi antar ayat dalam satu kesatuan yang harmonis. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu, tidak mudah diterapakn oleh para mufassir sebab metode ini menuntut untuk memahami ayat demi ayat yang berkaitan dengan judul yang diterapkannya.
d. Membumikan al-Qur’an dalam era kontemporer
Dari berbagai metode penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an, sebenarnya telah memberikan gambaran bahwa masing-masung metode memiliki keistimewaan dan kekurangannya sendiri sehingga untuk menafsirkan sesuatu ayat dalam al-Qur’an tergantung pada latar belakang mufassir dan kepentingan penafsiran, dan karena tuntutan zaman.
Dari berbagai uraian tentang kelebihan dan kekurangan tiap-tiap metode tafsir mak muncul persoalan pada kita tentang mana di antara metode tersebut yang lebih relevan dalam konteks sekarang ini. Umat islam dituntut untuk memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya yang utama.
Selasa, 04 Oktober 2011
SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM
1.
Pendahuluan
Sejarah perkembangan islam dibagi menjadi tiga yaitu: di dunia
islam, dunia barat, dan di Indonesia. Sejarah perkembangan islam tak lepas dari
studi lembaga-lembaga pendidikan islam yang di dalamnya juga mempelajari sejarah
pendidikam islam.dilihat dari sisi kelembagaan perkembangan islam berkembang
dari sorogan dirumah para alim kemudian berubah kemasjid-masjid, kemudian
berlanjut ke menjadi system madrasah dan pada tingkatan sampai keperguruan
tinggi.masa perkembangan islam mencapai puncak kejayaannya mulai tahun 750-1258
M.
2.
Perkembangan Studi Islam Di Dunia
Muslim
Pada akhir
periode Madinah sampai 4 H,awalnya pendidikan islam sekolah masih
dimasjid-masjid dan mulai abad 5 H sudah mulai menempati gedung-gedung sekolah,gedung-gedung
besar,namun pada abad 5 H itu menjadi awal kehancuran kejayaan islam sebab
madrasah dan gedung-gedung tersebut dibiayai oleh Negara yang menjadikan
sekolah dijadikan alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin.
Pengaruh
al-Ghazali (1085 – 1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan ilmu agama
dengan ilmu umum, bahkan terkesan terjadi dikotomi. Dia penyebut bahwa menuntut
ilmu agama wajib bagi setiap muslim, sementara menuntut ilmu umum adalah wajib
kifayah.Meskipun perlu di catat bahwa hasil kejayaan muslim di bidang sains dan
teknologi bukanlah capaian kelembagaan, melainkan bersifat individu ilmuwan
muslim yang di dorong semangat penyelidikan ilmiah.
1.
Manadik yaitu agama dengan sains
tidak bias bersatu, sains menyeluruh sedangkan agama hanya di anggap matra
kecil/sedikit di dalam sains.
2.
Diadik yaitu agama dengan sains
adalah dua entitas yang berbeda.Tetapi keduanya bisa bertemu juga bias sekuler
( gak nyambung ) seperti contoh : agama dan negara adalah dua hal yang
terpisah.
3.
Triadik yaitu agama dan sains mempunyai
kelemahan akan tetapi ada yang menyatukan keduanya adalah filsafat.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya,
yakni Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Jerussalem.Di Nisyapur ditemukan
Madrasah Nizahamiyah.Di Baghdad ditmukan Madrasah NIzhamiyah, Madrasah Imam Abu
Hanifah, Madrasah al-Mustanshiriyah.Di Kairo ditemukan Madrasah
al-Mansyuriyah.Di Damaskus ditemukan Dar al-Qur’anal-Dilamiyah, Dar al-Qur’an
Sabuniyah, Dar al-hadis al-Nuriyah.Kemudian masih di Damaskus ditemukan lembaga
sufi Ribath al-Bayan.Sedangkan di Jerussalem ditemukan sejumlah lembaga sufi ;
Zawiyah al-Wafa’iyah, Zawiyah al-Naqsabandiyah, dan Khanqah
al-Shalahiyah.Madrasah pertama didirikan oleh Wazir Nizhamiyyah pada 1064, madrasah
ini kemudian terkenal sebagai Madrasah Nizamul al-Mulk.
Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim yakni ;
a.
Nisyapur
Perguruan
tinggi Nizhamiyah Naisyapur di bangun Nizham al-Mulk untuk al-Juwayni, dan
al-Juwayni menjadi mudaris (guru besar) di sini sampai tiga dekade.Di lembaga
ini ada empat unsure pokok, yakni ; (1) seorang mudaris (guru besar) yang
bertanggung jawab terhadap pengajaran di lembaga pendidikan, muqri’ (ahli
al-Qur’an) yang mengajar al-Qur’an di masjid, muhaddis (ahli hadis) yang mengajar
hadis lembaga pendidikan, dan seorang pustakawan (bait al-maktub) yang
bertanggung jawab terhadap perpustakaan, mengajar bahasa dan hal-hal terkait.
b.
Perguruan Tinggi al-Azhar di Kairo
Mesir
Panglima Besar
Juhari Al-Siqili ini pula yang ada pada tahun 362 H/972 M membangun Perguruan
Tinggi Al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran sekte syiah.
c.
Perguruan Tinggi Cordova
Cordova menjadi
pusat ilmu dan kebudayaan yang paling gemilang sepanjang zaman tengah.The
Historians’ history of the World, menulis tentang perikeadaan pada masa
pemerintahan Amir Abdurrahman I (756-788 M).
d.
Perguruan Tinggi Kairwan
Perguruan ini
semula dibangun pada tahun 859 M oleh putri seorang saudagar hartawan di kota
Fez.
3.Perkembangan
Studi Islam di Barat
a. Fase
Kejayaan Muslim
Seperti terungkap ketika membahas sejarah
perkembangan studi Islam di dunia muslim, bahwa kintk pertama antara dunia
barat dengan dunia muslim adalah lewat kotak perguruaan tinggi.Bahwa sejumlah
ilmuwan dan tokoh-tokoh barat dating ke sejumlah perguruaan tinggi muslim untuk
memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi.Di dunia Islam belahan timur,
perguruan tinggi tersebut berkedudukan di Baghdad (Irak) dan di Kairo (Mesir),
sementara di sebelah barat ada di Cordova.
Muslim yang
tinggal di Eropa Barat dapat di kelompokan menjadi empat kelompok.Pertama,
Konfensionals, yakni mereka yang melaksanakan ajaran agama Islam, dan
menjadikannya bukan sekedar agama, tetapi juga cara hidup dan kehidupan sosial
dan budaya.Kedua, belivers, yakni mereka yang menerima Islam sebagai agama dan
menjadikan ajaran-ajaran yang bersifat prinsip sebagai dasar dalam kehidupan
social dan budaya, tanpa melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam.Ketiga,
Liberals yakni mereka yang attach great value dalam sejumlah aspek dari nilai-nilai
etik dan filosofi Islam, tetapi dalam waktu tyang bersamaan mereka kritis,
bahkan menolak sejumlah aspek dari agama, khususnya dalam kehidupan social dan
politik.Keempat, agnosticists yakni mereka yang tidak percaya dengan keimanan
dan menolak agama sebagai dasar kehidupan sosial dan budaya pada umumnya.
Pengajaran
dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara.Pertama, dengan cara
sorogan yakni murid berhadapan langsung dengan guru, dan bersifat
perororangan.Kedua, dengan cara halaqah yakni guru dikelilingi oleh
murid-murid.
Sistem
pengajaran berikunya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang
dimulai pertama dari kerajaan Samudra Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan
Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pada abad 10 M.
Adapun materi
yang diajarkan di majelis Ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh
mazhan as-Shafi’i.Dari sisi kelembagaan adalah informal.Tokoh pemerintah
merangkap tokoh agama, dan biaya pendidikan pun juga bersumber dari Negara.
Kedua,
kerajaan di Perlak selat Malaka.Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan berupa
majelis ta’lim tinggi yang dihadiri oleh murid khususyang sudah alim dan
mendalam ilmunya.Ktab yang dibaca pun kitab kualits tinggi, al-Umm, kitab fiqh
karangan Imam as-Shafi’i.
Ketiga,
kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874) kerajaan yang berdiri 12 Dzulkaedah 916 H
(1511), dan mengatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu.Di kerajaan ini
ada lembaga-lembaga Negara yang berfungsi di bidang pendidikan yakni ; (1)
Balai Seutia Huhama.Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulam, ahli piker
dan intelektual / cendikiawan membahas ilmu pengethuan.(2) Balai Seutia
Ulama.Jawatan pendidikan.(3) Balai Jamaah Himpunan Ulama.Adapun jenjangnya
adalah ; (1) Meunasah (madrasah), dan ada di setiap kampong, (2) Rangkang
(Tsanawiyah), (3) Dayah, ada di setiap daerah ) Dayah Ulebalang dan setingkat
Aliyah, (4) Dayah Teuku Cik, kira-kira sama dengan tingkat Perguruaan Tinggi
(PT).
Keempat,
kerajaan Demak di mana di tempat-tempat ramai (central / pusat) didirikan
masjid untuk tempat belajar.
Kelima,
kerajaan Islam Mataram (1575-1757), dimana hampir di setiap dasa didirikan
tempat belajar al-Qur’an.Demikian pula di daerah kabupaten didirikan pesantren.
Keenam,
kerajaan Islam di Banjarmasin, Kalimantan, lahir ulama besar dan terkenal,
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.Setelah pulang dari Makkah untuk belajar, al- Banjari
mendirikan pesantren di kampong Dalam Pagar.Sistem pendidikan adalah sama
dengan sam dengan sistem madrasah di Jawa.
Langganan:
Postingan (Atom)