Jumat, 21 Oktober 2011

PENGELOMPOKAN KEILMUAN DALAM ISLAM


Kajian tentang klasifikasi keilmuan dalam islam pada dasarnya sudah banyak dilakukan oleh para ilmuan muslim, seperti  al-Ghazali, dalam al risalah al ladunniyyah-nya, al Khawarizmi dalam Mafatih al Ulum-nya, dan Ibn Nadim dalam al-Fihrist-nya.   Selain itu, pakar pendidikan islam yang menyelenggarakan Konfrensi Internasional tentang pendidikan Islam yang diadakan di Pakistan, Makkah dan Jakarta juga menyepakati perlunya mengelompokan ilmu dalam Islam menjadi dua kategori besar, yaitu ilmu yang diwahyukan (revealed knowledge) dan ilmu yang diperoleh atau dikembangkan oleh nalar manusia (acquired knowledge).
Muhammad Abed al-Jabiri seorang pemikir muslim kontemporer asal Maroko juga membuat klasifikasi ilmu dalam islam secara epistemologis. Menurutnya, nalar pemikiran islam dapat dikategorikan ke dalam tiga epistemologis yaitu epistemologis bayani ‘irfani dan burhani. Pemikiran al-Janibi tersebut dituangkan dalam karyanya Takwin al-‘Aql al-‘Arabi.
1.                  Rumpun Bayani
Bayani (explanatory), secara etimologis, mempunyai pengertian penjelasan, pernyataan, penetapan. Sedangkan secara terminologis, Bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
 ‘Abid al-Jabiry sumber epistemologis bayani adalah nash atau teks. Dengan kata lain, corak berfikir lebih mengandankan pada ototitas teks tidak hanya teks wahyu namun juga hasil pemikiran keagamaan yang ditulis oleh para ulama terdahulu. Pendekatan yang digunakan dalam nalar bayani ini adalah lughawiyah. Pola berfikir bayani ini berlaku untuk disiplin ilmu seperti fikih, studi gramatika, filologi, dan kalam.prinsip yang yang dipegangi dalamcoral bayani adalah infisal (diskontinu)atau ataumistik, tajwiz (tidak ada hukum kausalitas), dan muqarabah (keserupaan atau kedekatan dengan teks).
Dalam model berfikir bayani, akal berfungsi sebagai pengekang atau pengatur hawa nafsu. Akal cenderung menjalankan fungsi justifikasi, repetitif, taqlidy. Otoritas dalam teks, sehingga hasil pemikiran apa pun tidak boleh bertentangan dengan teks. Yang dijadikan tolok ukur kebenaran ilmu model bayani adalah adanya keserupaan atau kedekatan  antara teks atau nas dengan realitas.
Dari tiga rumpun keilmuan menurut al-Jabiri, yakni bayani, buryani, dan irfani, agaknya yang pertama yang mendominasi dalam tradisikeilmuan di lingkungan lembaga pendidikan islam. Sebab, ada   kecenderungan dijadikannya hasil pemikiran keagamaan yang ada diberbagai karya para fuqaha dan mutakallim sebagai pijakan utama, bahkan ada keengganan untuk tidak beranjak dari produk keilmuan tersebut sehingga cenderung kurang mampu menjawab dan memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai persoalan kontemporer.
2.                  Rumpun Burhani
 Jika sumber pengetahuan dalam nalar bayani adalah teks, maka sumber pengetahuan dalam nalar burhani adalah realitas (al-waqi’) baik dari alam, sosial, dan humanities. Karena itu, lebih sering disebut sebagai al-‘ilm al-husuli. Yaitu, ilmu yang dikonsep, disusun dan disistematisasikan lewat premis-premis logika atau al-matiq, bukannya lewat otoritas teks atau intuisi. Premis ini disusun lewat kerjasama antara proses abstraksi dan pengamatan inderawi yang telah atau dengan menggunakan alat-alat yang dapat membantu atau menambah kekuatan indra seperti alat- alat laboratorium, proses penelitian lapangan dan penelitian literer mendalam. Peran akal dan nalar epistimologi sangat besar sebab ia diarahkan untuk mencari sebab akibat.
Jenis argumen yang ada dalam nalar burhani adalah demonstratif, baik secara eksploratif, verifikatif, dan eksplanatif. Dalam nalar ini lebih banyak dituntut untuk menunjukan bukti dan penjelasan tentang sesuatu pemahaman atau fenomena. Nalar ini dipenuhi dengan argumen yang bersifat pembuktian, diskripsi, dan elaborasi tentang sesuatu.
Nalar ini berpangkal dari beberapa prinsip dasar yang digunakan, yaitu idrak al-sabab (nizam al-sababiyah al-thabit), prinsip kausalitas, al-hatmiyah (kepastian, certainly) al-mutabaqah bayn al-‘aql wa al-nizam al tabi’ah. Prinsip-prinsip tersebut berpandangan bahwa apa yan terjadi dalam realitas empirik dan fenomena alam pada dasarnya berlaku hukum sebab akibat. Untuk itu, untuk memahaminya diperlukan upaya untuk mencari akar penyebab dengan mengkaji penyebab dan akibat sekaligus, sebab akibat yang sama belum tentu penyebabnya sama. Sebaliknya sebab yang sama belum tentu menyebabkan akibat yang sama.
Bertolak dari uraian diatas, maka keilmuan yang termasuk dalam nalar burhani adalah falsafah, ilmu-ilmu alam seperti fisika, matematika, biologi, dan kedokteran, ilmu sosial seprti, sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah.
3.                   Rumpun Irfani
Dalam nalar Irfani dan bayani sama-sama ada analogi, namun keduanya berbeda. Analogi dalam nalar irfani didasarkan atas penyerupaan, ia tidak terkait oleh aturan serta  dapat menghasilkan jumlah bentuk yang tidak terbatas, sementara dalam nalar bayani didasarkan pada penyerupaan langsung.
Analogi dalam nalar irfani dapat mengambil bentuk kiasan (tamsil) atau metafor. Al Jabiri menyatakan tiga tipe analogi dalam epistemologi irfani. Pertama, penyerupaan yang didasarkan pada korespodensi numeris. Kedua, penyerupaan didasarkan pada suatu representasi. Ketiga, penyerupaan retoris dan puitis. Ia memandang bahwa sistem epistemologis ini telah menjadi sistem prodiktif dalam bidan keilmuan sastra dan seni.
Kalu yang menjadi tolak ukur nalar bayani adalah kessuaian dengan teks, maka dalam nalar irfani yang menjadi tolak ukur adalah memahami perasaan orang lain, simpati, empati. Keputusan didasarkan pada yang tersurat atau formalitas, namun lebih pada yang tersirat dan apa yang dirasakan pihak lain. Karenanya, dalam nalar ini tidak muncul judgment secara satu arah. Kesimpulan hanya muncul setelah  mendengar pemahaman dan perasaan pihak lain.
Dalam pandangan Amin Abdullah ketiga nalar keilmuan diatas tidak dapat berdiri sediri, namun harus saling berhubungan antara satu nalar dengan yang lain. Dalam di seseorang harus ada ketiga nalar tersebut sehingga ketika mencermati dan menghadapi sebuah persoalan tidak dipahami secara sepihak dan satu alur, namun dapat dilihat secara  komprehensif, baik dari aspek formal, makna, dan penyebab terjadinya hal tersebut. Sebaliknya, pemahaman secara adhoc dan fagmental dihindari sebab akan berakibat pada solusi yang dimunculkan juga akan cenderung kurang lengkap dan parsial.

Kamis, 13 Oktober 2011

KAJIAN SUMBER AJARAN ISLAM

1.      Al-qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam Pertama
a.Fungsi Al-qur’an
            Al-quran diturunkan oleh Allah swt kepada manusia untuk dijadikan sebagai huda, bayyinat min al-huda, futqan and adz-dzikir. Untuk itulah maka umat islam harus senantiasa menjadikan al-qur’an sebagai compass dalam hidupnya di setiap aspek kehidupan. Dalam rangka membumikan al-qur’an diperlukan adanya tafsir oleh pakar tafsir (muffasir) sebab kandungan al-qur’an masih berifat global yang bagi orang awam masih sulit menangkap (pesan) ang terkandung didalamnya.
            Upaya menafsirkan ayat-ayat al-qur’an guna mencari dan menemukan makna-makna yang terkandung di dalamnya telah dilakukan sejak jaman Rasulullah saw. Susunan al-qur’an tidak sistematis juga merupakan alasan tersendiri mengapa penafsiran dan penggalian terhadap makna ayat-ayatnya justru menjadi tugas umat yang tidak pernah berakhir.

b. Bagaimana Al-qur’an berbicara
            Al-qur’an pada dasarnya merupakan respons langit terhadap permasalahannya yang muncul di bumi. Ia diturunkan oleh Allah melalui  Nabi Muhammad saw sebagai jawaban terhadap problem vertikal, penyimpangan tauhid, dan problem sosial. Teks al-qur’an datang sebagai jawaban atas konteks masyarakat ketika itu. Karena itu, untuk dapat memahami isi kandungannya dibutuhkan pengetahuan yang memadai tentang sejarah sosial budaya ketika Al-quran turun.

c. Ragam penafsiran Al-quran
1) Metode tahlily
Tafsir dengan metode tahlily adalah tafsir yang berusaha untuk menerangkan arti dari ayat-ayat al-qur'an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungankandungan lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, hadi-hadis yang berhubungan dengannya.
Metode tahlily adalah metode yang dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu, akan tetapi diantara mereka ada yang kesemua hal tersebut dengan panjang lebar  (ithnab),seperti al-Lusy, al-Fakr  al-Razy, al-qurthuby, dan Ibn Jarir al-Thabary.
Menurut Al-Farmawi beberapa corak tafsir yang tercakup dalam tafsir tahlily yaitu:
a)      Al-Tafsir bi al-Ma’tsur (Riwayah)
Tafsir ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-qur’an berdasarkian nash-nash, baik dengan ayatayat al-quran sendiri, dengan hadis-hadis Nabi, dengan aqwal (perkataan) sahabat maupun dengan aqwal tabiin. Kelebihan tafsir jenis ini adalah keterbatasannya dari interprestasi akal dan ide mufassir serta adanya kemudahan untuk mengetahui maksud sesuatu ayat. Kelemahan metode ini adalah terbatasnya persediaan riwayat yang merupakan tafsi ayat-ayat Al-qur’an sehingga tidak terlalu banyak diharapkan untuk menjawab berbagai problema yang dihadapi masyarakat dari masa ke masa.
b)      Al-Tafsir bi al-Ra’y
Tafsir  ra’y adalah tafsir ayat-ayat Al-qur’an yang didasrkan pada ijtihad dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan utamanya.
c)      Al-Tafsir al-Shufy
Tafsir shufy adalah tafsir yang berusaha menjelaskan maksud ayat-ayat Al-qur’an dari sudut esoterik atau berdasarkan isyarat-isarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi atau suluknya
d)      Tafssir  al-fiqhi
Tafsir fiqhi adalah tafsir yang menitikberatkan bahasan dan tinjauannya pada aspek hukum dari Al-qur’an. Keistimewaan tafsir i i adalah karena menolong kita untuk mendapatkan rujukan-rujukan yang berharga dalam bidang hukum islam. Sedangkan kekurangannya, cenderung melihat hukum islam secara legal-formal yang tidak memperlihatkan segi-segi dinamika dari hukum Islam itu sendiri.
e)      Tafsir al-Falsafy
Tafsir falsafy adalah penafsiran ayat-ayat Al-qur’an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan sikretisasi antara teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-qur’an.
f)         Al-Tafsir al-‘ilmy
Tafsir ‘ilmy adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdarkan pendekatan ilmiah, atau menggali kandungannya berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan yang ada.
g)      Al-tafsir al-adaby al-Ijtima’y
Tafsir adaby-ijtima’y merupakan tafsir yang menitikberatkan pada penjelasan ayat-ayat Alqur’an dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungan ayatayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama dari tujuan-tujuan al-Qur’an yaitu membawa petunjuk dalam kehidupan, kemudian mengadakan penjelasan ayat dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan.

2) Tafsir Ijmaly
      Tafsir ijmaly yaitu menafsirkan al-qur’an dengan cara singkat dan global, tanpa uraian panjang lebar. Dengan metode ini mufassir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Kelemahan tafsir ini yaitu karena uraiannya yang terlalu singkat sehingga tidak bisa diharapkan untuk menguak maksud ayat secara luas dengan berbagai aspek sesuai dengan perkembangan zaman . Sedangkan keistimewaannya yaitu tafsir ijmaly dapat dikonsumsi secara merat oleh berbagi lapisan dan tingkatan kaum muslimin dan bermanfaat untuk mengetahui makna ayat  secara global.
3) Tafsir al-Muqarin
      Tafsir al-muqarin adalah penafsiran sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
      Kelebihan metode ini yaitu dapat mengetahui perkembangan corak penafsiran dari para ulam salaf sampai sekarang sehingga menamnbah cakrawala berpikir bahwa ternyata ayat al-qur’an dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan latar belakang dan pendidikan penafsir atau mufassir. Kekurangannya karena sifatnya yang yang hanya membandingkan sehingga penbahasan ayat kurang mendalam, kurang analitis.
4) Tafsir al-Mawdhu’y
Metode tafsir mawdhu’y (tematik) yaitu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang sesuatu masalah atau tema serta cara turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam al-Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.
Keistimewaan dari metode tafsir mawdhu’y antar lain: 1) cara terpendek dan termudah menggali hidayah al-Qur’an dibanding metode tafsir lainnya, 2) menafsirkan ayat dengan ayat sebagai cara terbaik dalam tafsir ternyat diutamakan dalam metode mawdhu’y, 3)dapat menjawab persoalan-persoalan hidup manusia secar praktis dan konsepsional berdasarkan petunjuk al-Qur’an, 4) dengan studi mawdhu’y ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan dapt dipertemukan korelasi antar ayat dalam satu kesatuan yang harmonis. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu, tidak mudah diterapakn oleh para mufassir sebab metode ini menuntut untuk memahami ayat demi ayat yang berkaitan dengan judul yang diterapkannya.

d. Membumikan al-Qur’an dalam era kontemporer
            Dari berbagai metode penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an, sebenarnya telah memberikan gambaran bahwa masing-masung metode memiliki keistimewaan dan kekurangannya sendiri sehingga untuk menafsirkan sesuatu ayat dalam al-Qur’an tergantung pada latar belakang mufassir  dan kepentingan penafsiran, dan karena tuntutan zaman.
            Dari berbagai uraian tentang kelebihan dan kekurangan tiap-tiap metode tafsir mak muncul persoalan pada kita tentang mana di antara metode tersebut yang lebih relevan dalam konteks sekarang ini. Umat islam dituntut untuk memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya yang utama.

Selasa, 04 Oktober 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM


1.    Pendahuluan
Sejarah perkembangan islam dibagi menjadi tiga yaitu: di dunia islam, dunia barat, dan di Indonesia. Sejarah perkembangan islam tak lepas dari studi lembaga-lembaga pendidikan islam yang di dalamnya juga mempelajari sejarah pendidikam islam.dilihat dari sisi kelembagaan perkembangan islam berkembang dari sorogan dirumah para alim kemudian berubah kemasjid-masjid, kemudian berlanjut ke menjadi system madrasah dan pada tingkatan sampai keperguruan tinggi.masa perkembangan islam mencapai puncak kejayaannya mulai tahun 750-1258 M.
2.       Perkembangan Studi Islam Di Dunia Muslim
Pada akhir periode Madinah sampai 4 H,awalnya pendidikan islam sekolah masih dimasjid-masjid dan mulai abad 5 H sudah mulai menempati gedung-gedung sekolah,gedung-gedung besar,namun pada abad 5 H itu menjadi awal kehancuran kejayaan islam sebab madrasah dan gedung-gedung tersebut dibiayai oleh Negara yang menjadikan sekolah dijadikan alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin.
Pengaruh al-Ghazali (1085 – 1111 M) disebut sebagai awal terjadi pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum, bahkan terkesan terjadi dikotomi. Dia penyebut bahwa menuntut ilmu agama wajib bagi setiap muslim, sementara menuntut ilmu umum adalah wajib kifayah.Meskipun perlu di catat bahwa hasil kejayaan muslim di bidang sains dan teknologi bukanlah capaian kelembagaan, melainkan bersifat individu ilmuwan muslim yang di dorong semangat penyelidikan ilmiah.
1.       Manadik yaitu agama dengan sains tidak bias bersatu, sains menyeluruh sedangkan agama hanya di anggap matra kecil/sedikit di dalam sains.
2.       Diadik yaitu agama dengan sains adalah dua entitas yang berbeda.Tetapi keduanya bisa bertemu juga bias sekuler ( gak nyambung ) seperti contoh : agama dan negara adalah dua hal yang terpisah.
3.        Triadik yaitu agama dan sains mempunyai kelemahan akan tetapi ada yang menyatukan keduanya adalah filsafat.
Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian Islam di zamannya, yakni Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus, dan Jerussalem.Di Nisyapur ditemukan Madrasah Nizahamiyah.Di Baghdad ditmukan Madrasah NIzhamiyah, Madrasah Imam Abu Hanifah, Madrasah al-Mustanshiriyah.Di Kairo ditemukan Madrasah al-Mansyuriyah.Di Damaskus ditemukan Dar al-Qur’anal-Dilamiyah, Dar al-Qur’an Sabuniyah, Dar al-hadis al-Nuriyah.Kemudian masih di Damaskus ditemukan lembaga sufi Ribath al-Bayan.Sedangkan di Jerussalem ditemukan sejumlah lembaga sufi ; Zawiyah al-Wafa’iyah, Zawiyah al-Naqsabandiyah, dan Khanqah al-Shalahiyah.Madrasah pertama didirikan oleh Wazir Nizhamiyyah pada 1064, madrasah ini kemudian terkenal sebagai Madrasah Nizamul al-Mulk.
Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim yakni ;
a.       Nisyapur
Perguruan tinggi Nizhamiyah Naisyapur di bangun Nizham al-Mulk untuk al-Juwayni, dan al-Juwayni menjadi mudaris (guru besar) di sini sampai tiga dekade.Di lembaga ini ada empat unsure pokok, yakni ; (1) seorang mudaris (guru besar) yang bertanggung jawab terhadap pengajaran di lembaga pendidikan, muqri’ (ahli al-Qur’an) yang mengajar al-Qur’an di masjid, muhaddis (ahli hadis) yang mengajar hadis lembaga pendidikan, dan seorang pustakawan (bait al-maktub) yang bertanggung jawab terhadap perpustakaan, mengajar bahasa dan hal-hal terkait.
b.       Perguruan Tinggi al-Azhar di Kairo Mesir
Panglima Besar Juhari Al-Siqili ini pula yang ada pada tahun 362 H/972 M membangun Perguruan Tinggi Al-Azhar dengan kurikulum berdasarkan ajaran sekte syiah.
c.       Perguruan Tinggi Cordova
Cordova menjadi pusat ilmu dan kebudayaan yang paling gemilang sepanjang zaman tengah.The Historians’ history of the World, menulis tentang perikeadaan pada masa pemerintahan Amir Abdurrahman I (756-788 M).
d.       Perguruan Tinggi Kairwan
Perguruan ini semula dibangun pada tahun 859 M oleh putri seorang saudagar hartawan di kota Fez.
3.Perkembangan Studi Islam di Barat
a. Fase Kejayaan Muslim
    Seperti terungkap ketika membahas sejarah perkembangan studi Islam di dunia muslim, bahwa kintk pertama antara dunia barat dengan dunia muslim adalah lewat kotak perguruaan tinggi.Bahwa sejumlah ilmuwan dan tokoh-tokoh barat dating ke sejumlah perguruaan tinggi muslim untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi.Di dunia Islam belahan timur, perguruan tinggi tersebut berkedudukan di Baghdad (Irak) dan di Kairo (Mesir), sementara di sebelah barat ada di Cordova.
Muslim yang tinggal di Eropa Barat dapat di kelompokan menjadi empat kelompok.Pertama, Konfensionals, yakni mereka yang melaksanakan ajaran agama Islam, dan menjadikannya bukan sekedar agama, tetapi juga cara hidup dan kehidupan sosial dan budaya.Kedua, belivers, yakni mereka yang menerima Islam sebagai agama dan menjadikan ajaran-ajaran yang bersifat prinsip sebagai dasar dalam kehidupan social dan budaya, tanpa melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam.Ketiga, Liberals yakni mereka yang attach great value dalam sejumlah aspek dari nilai-nilai etik dan filosofi Islam, tetapi dalam waktu tyang bersamaan mereka kritis, bahkan menolak sejumlah aspek dari agama, khususnya dalam kehidupan social dan politik.Keempat, agnosticists yakni mereka yang tidak percaya dengan keimanan dan menolak agama sebagai dasar kehidupan sosial dan budaya pada umumnya.
Pengajaran dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara.Pertama, dengan cara sorogan yakni murid berhadapan langsung dengan guru, dan bersifat perororangan.Kedua, dengan cara halaqah yakni guru dikelilingi oleh murid-murid.
Sistem pengajaran berikunya adalah pendidikan di kerajaan-kerajaan Islam, yang dimulai pertama dari kerajaan Samudra Pasai di Aceh, kerajaan yang didirikan Malik Ibrahim bin Mahdun berdiri pada abad 10 M.
Adapun materi yang diajarkan di majelis Ta’lim dan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhan as-Shafi’i.Dari sisi kelembagaan adalah informal.Tokoh pemerintah merangkap tokoh agama, dan biaya pendidikan pun juga bersumber dari Negara.
Kedua, kerajaan di Perlak selat Malaka.Di kerajaan ini ada lembaga pendidikan berupa majelis ta’lim tinggi yang dihadiri oleh murid khususyang sudah alim dan mendalam ilmunya.Ktab yang dibaca pun kitab kualits tinggi, al-Umm, kitab fiqh karangan Imam as-Shafi’i.
Ketiga, kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874) kerajaan yang berdiri 12 Dzulkaedah 916 H (1511), dan mengatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu.Di kerajaan ini ada lembaga-lembaga Negara yang berfungsi di bidang pendidikan yakni ; (1) Balai Seutia Huhama.Lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpul ulam, ahli piker dan intelektual / cendikiawan membahas ilmu pengethuan.(2) Balai Seutia Ulama.Jawatan pendidikan.(3) Balai Jamaah Himpunan Ulama.Adapun jenjangnya adalah ; (1) Meunasah (madrasah), dan ada di setiap kampong, (2) Rangkang (Tsanawiyah), (3) Dayah, ada di setiap daerah ) Dayah Ulebalang dan setingkat Aliyah, (4) Dayah Teuku Cik, kira-kira sama dengan tingkat Perguruaan Tinggi (PT).
Keempat, kerajaan Demak di mana di tempat-tempat ramai (central / pusat) didirikan masjid untuk tempat belajar.
Kelima, kerajaan Islam Mataram (1575-1757), dimana hampir di setiap dasa didirikan tempat belajar al-Qur’an.Demikian pula di daerah kabupaten didirikan pesantren.
Keenam, kerajaan Islam di Banjarmasin, Kalimantan, lahir ulama besar dan terkenal, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.Setelah pulang  dari Makkah untuk belajar, al- Banjari mendirikan pesantren di kampong Dalam Pagar.Sistem pendidikan adalah sama dengan sam dengan sistem madrasah di Jawa.